Dra. Khofifah Indar Parawansa
(lahir di Surabaya, Jawa Timur, 19 Mei 1965; umur 48 tahun) adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia meraih gelar sarjana pada tahun 1990 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.Pendidikan :
- SD Taquma (1972-1978)
- SMP Khodijah – Surabaya (1978-1981)
- SMA Khodijah – Surabaya (1981-1984)
- Strata I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya (1984-1991)
- Strata I Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya (1984-1989)
- Strata II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta (1993-1997)
Karier :
- Pimpinan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI (1992-1997)
- Pimpinan Komisi VIII DPR RI (1995-1997)
- Anggota Komisi II DPR RI (1997-1998)
- Wakil Ketua DPR RI (1999)
- Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa MPR RI (1999)
- Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999-2001)
- Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1999-2001)
- Ketua Komisi VII DPR RI (2004-2006)
- Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR RI (2004- 2006)
- Anggota Komisi VII DPR RI (2006)
Nama Khofifah mulai populer di panggung nasional setelah membacakan pidato sikap Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dalam SU MPR 1998. Pidato Khofifah itu sangat monumental karena merupakan pidato kritis pertama terhadap Orde Baru di ajang resmi selevel Sidang Umum MPR.
Khofifah berbicara kritis. Dia mengkritik Pemilu 1997 yang penuh kecurangan. Perempuan cerdas itu melontarkan ide-ide demokratisasi. Dia juga berbicara lantang seperti para mahasiswa yang marak demonstrasi di jalan. Mungkin Khofifah masih terbawa oleh suasana sebagai mahasiswa. Maklum, saat itu umurnya masih muda, 33 tahun. Pidato Khofifah memang sangat monumental. Para anggota MPR yang didominasi Fraksi Karya Pembangunan (Golkar), Fraksi ABRI, dan Fraksi Utusan Golongan terperanjat dengan pidato yang menohok jantung Orde Baru itu.
Yang paling terkejut adalah Fraksi ABRI. Maklum, yang dibacakan Khofifah sangat berbeda dengan naskah yang diterima oleh Cilangkap (Mabes ABRI) dari FPP. Di era Orba semua pidato di depan institusi resmi atau di depan publik terlebih dahulu diserahkan ke Cilangkap . Mengapa naskah pidato yang dibacakan Khofifah berbeda dengan yang diserahkan ke Cilangkap? Ternyata ada ceritanya. Setelah ditunjuk menjadi juru bicara FPP, perempuan kelahiran Surabaya itu menerima naskah pidato resmi. Salinan pidato itu juga diserahkan ke Cilangkap.
Khofifah mempunyai kebiasaan selalu membaca berulang-ulang sebelum tampil di muka umum. Bahkan, di rumahnya pun dia membuat simulasi. Isi pidatonya memang memuji-muji pemerintah Soeharto. “Bahkan, pembantu saya berkomentar, kok hanya memuji,” cerita Khofifah.
Sebelum dibacakan di depan MPR, naskah itu juga dibaca secara resmi dalam forum internal anggota FPP. Di depan koleganya itu, suara Khofifah tak keluar. Sejumlah anggota FPP langsung mengusulkan agar Khofifah diganti. Namun, beberapa tokoh senior FPP saat itu, seperti Yusuf Syakir dan Hamzah Haz, tetap mempertahankan Khofifah. Lantas, Khofifah diajak bertemu dengan Ismael Hasan Metareum (ketua umum PPP) waktu itu.
(selengkapnya klik di link sumber..) |
PAK HERMAN, JENDERAL POLISI YANG LURUS
Inspektur Jenderal Polisi Herman Surjadi Sumawiredja. Warga Jawa Timur tentu masih ingat nama dan sosok yang satu ini. Dia adalah “bintang” dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008. Bukan karena dia menjadi salah satu calon gubernur atau wakil gubernur, tapi karena keberaniannya membongkar manipulasi Daftar Pemilihan Tetap (DPT) dan praktik kecurangan lain yang terjadi dalam “pesta demokrasi” yang mengantarkan Soekarwo dan Saifullah Yusuf (KarSa) menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
Herman yang saat itu menjabat Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur menetapkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, Wahyudi Purnomo, sebagai tersangka kasus DPT Fiktif Pilgub Jatim. Polda Jatim saat itu menemukan 345 ribu dari 1,24 juta pemilih yang terdaftar dalam DPT di Bangkalan dan Sampang tidak benar. Artinya, hampir seperempat pemilih dalam putaran ketiga Pilgub Jatim di kedua kabupaten di Madura itu akal-akalan.
Kecurangan dalam Pilgub Jatim 2008 tidak sekadar diketahui Herman dari laporan tim sukses pasangan Khofifah-Moedjiono (KaJi) atau Panwaslu, tapi juga dari tim kepolisian yang diterjunkan untuk mencari bukti hingga ke level masyarakat bawah. Herman sendiri turun langsung ke lapangan, bahkan menangkap langsung pemilih di bawah umur yang dimobilisasi untuk memilih pasangan cagub-cawagub tertentu.
Banyak pihak yang angkat jempol mengapresiasi langkah Herman dan jajaran Polda Jatim membongkar kecurangan dalam Pilgub Jatim itu. Tapi, anehnya, Herman justru dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jatim, padahal empat bulan lagi dia akan pensiun.
Herman diganti Brigjen Pol Anton Bachrul Alam. Tak ada acara pisah sambut bagi mantan Kapolda Jawa Timur itu seperti umumnya jenderal yang hendak pensiun. Yang terjadi malah sebaliknya, Herman hampir saja diseret Provost dari Mabes Polri karena dianggap telah mencemarkan nama institusi kepolisian.
Herman dianggap membangkang karena tidak mau meralat status Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo dari status tersangka menjadi saksi. Herman yang memiliki segudang prestasi selama berkarir di kepolisian “keukeuh”, memegang kuat keyakinan bahwa polisi harus membela kebenaran dan keadilan. Tapi, dia justru dianggap bersalah. Herman akhirnya memilih mengundurkan diri dari kepolisian.
Selama bertugas, reputasi Herman nyaris tanpa cacat. Kariernya di jabatan strategis dimulai tahun 1999 saat dia menjabat Kapolda Bengkulu. Setahun kemudian Herman ditunjuk sebagai Wakil Panglima Pengendali Aceh, 2000-2001.
Usai bertugas di Aceh kariernya terus bersinar. Dia kemudian dipercaya menjadi Direktur Samapta Mabes Polri. Setelah itu menjabat Kapolda Sumatera Selatan. Dan terakhir menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur sampai akhir Januari 2009.
Selama menjabat Kapolda Jatim, Herman diketahui banyak melakukan terobosan. Misalnya menerbitkan maklumat yang mengatur masalah pelayanan publik. Produk-produk Polda Jatim pun mendapat acungan jempol dari masyarakat dan akan diadopsi untuk program nasional. Sebut contoh SIM keliling, SIM Corner, layanan drive thru, membabat calo di Samsat, Responsible Riding, dan sejumlah terobosan layanan publik lain. Maklumat juga dikeluarkan untuk perang melawan pembajakan dan menegakkan UU hak cipta (HaKI) serta illegal logging.
Bukan hanya itu. Dalam merekrut calon bintara Polri regular dan Akpol, Herman juga melakukan terobosan dengan melibatkan LSM dan akademisi. Cara ini sengaja dilakukan untuk menghindari praktik percaloan penerimaan calon anggota Polri. Herman juga tidak berpangku tangan terkait bencana Lumpur Lapindo.
Ia saat itu turut mendesak agar minta pembayaran sisa ganti rugi korban lumpur Lapindo Brantas segera diselesaikan. Setelah cukup lama pensiun dan tak pernah muncul di media massa, kini ia kembali mengejutkan masyarakat Jatim dengan tampil sebagai calon wakil Gubernur mendampingi Khofifah Indar Parawansa. Selamat berjuang PAK HERMAN….!!!
(Diolah dari berbagai sumber) |